Part 4: Tabah Bercita-cita
Author: pujiarya
Pertama kali mengetahui nama lengkapnya, pikiranku melayang pada seorang aktor film dan sinetron Indonesia. Tabah Panemuan, itulah namanya. Tidak kuketahui mengapa dia diberi nama itu. Dugaanku orang tuanya pasti mengidolakan sang aktor, yang juga kuketahui seorang aktor yang selalu total memainkan peran dalan setiap aktingnya. Atau ada alasan lain, tidak kuketahui dan tidak pula kucari tahu. Selama menjadi wali kelasnya belum pernah sekali pun aku bertemu dengan ayah atau ibunya, bahkan sewaktu pengambilan rapot.
Tabah anak yang istimewa. Dia selalu saja menarik perhatianku selama hampir setahun ini. Setiap kali aku mengajar di kelas, ada-ada saja tingkahnya. Ribut sendiri atau mengganggu teman-temannya. Seingatku semua teman perempuan sekelasnya pernah dibuatnya menangis. Kadang aku merasa tidak sabar menghadapinya. Tapi, aku harus jauh-jauh menyingkirkan keinginan itu.
Pada suatu hari aku menjelaskan tentang jenis-jenis pekerjaan kepada anak-anak, di antaranya pilot, guru, dokter, petani, nelayan, dan pedagang. Aku berikan pula gambar-gambar yang mendukung supaya mereka lebih paham. Pada akhir pembelajaran aku mengajukan pertanyaan untuk mereka jawab. ”Ingin menjadi apa mereka kelak dan apakah alasannya?”
Tidak terkecuali Tabah, kuajukan pertanyaan itu padanya. Ingin menjadi apa kamu kelak dan apakah alasannya? Tabah tidak serta merta menjawab. Dia hanya menggeleng. Beda dengan kebiasaannya selama ini, selalu menjawab pertanyaan dengan lantang meskipun pertanyaan itu tidak ditujukan padanya.
Akhirnya aku beri dia waktu untuk berpikir sekali lagi. Aku bilang, ingin menjadi apa kamu kelak harus kamu mulai dari sekarang, supaya nantinya tidak menyesal. Ketika tiba ke gilirannya lagi, dia pun menjawab. ”Aku ingin menjadi polisi!”
Lebih lanjut kutanya alasannya, mengapa dia ingin menjadi polisi, dia menjawab kalau dia ingin menangkap orang. Aku tersenyum mendengar jawabannya. Tanpa maksud untuk merendahkan tentunya. Aku jelaskan pula tanggung jawab menjadi seorang polisi padanya, tidak sekadar menangkap orang.
Aku juga memberinya semangat supaya dia rajin belajar, supaya apa yang menjadi cita-citanya dapat dia wujudkan. Mengingat, dia termasuk salah satu anak yang terlambat belajar di antara teman-temannya.
Ya, itulah cita-cita Tabah. Aku tidak tahu apakah kelak dia bisa menjadi seorang polisi seperti harapannya. Yang aku tahu, setiap anak berhak untuk dikasihi, apa pun kondisinya, setiap anak juga berhak untuk mendapat pendidikan. Selamat berjuang meraih cita-cita, Tabah! Tidak ada yang mustahil, jika itu kehendak Tuhan dan kamu berani berjuang untuk mewujudkannya.
11/06/10 — pay