Si Senyum Gelas Pecah
Author: pujiarya
Teman-teman bilang, kamu orangnya menyebalkan, pelupa pula. Katanya, kamu tidak bisa mengingat jadwal kuliah. Tidur saja yang kamu suka dan paling susah kalau dibangunkan. Aku pernah juga mendengar teman sekamarmu mengeluh tentang hal itu. Awalnya kamu tidak seperti itu. Kabar yang beredar itu efek dari obat terlarang.
Kita menimba ilmu di tempat yang sama, tapi aku tidak begitu mengenalmu. Nama lengkapmu aku tahu, aku bisa melihatnya di daftar presensi, selain itu tidak banyak hal lain yang aku ketahui tentangmu.
Aku juga tidak begitu niat dekat-dekat denganmu, bukan akibat reputasimu yang buruk, tapi memang aku kurang ada keberanian dekat-dekat denganmu. Sebenarnya kamu terlihat lumayan. Apalagi kalau kamu tersenyum, aku masih ingat, senyumanmu aku umpamakan seperti gelas yang jatuh. Pyaaar! Membuat jantung berdebar-debar.
Di bawah sadarku sering kali aku mencarimu kalau kamu absen. Ada rasa welas kalau aku mengingatmu. Welas karena aku menyayangkan apa yang menimpamu, kalau memang kabar itu benar. Kamu masih muda. Ada banyak hal yang bisa kamu kerjakan. Terkadang aku juga masih berharap bahwa kabar itu memang hanya kabar burung saja.
Puluhan tahun aku tidak bertemu denganmu. Aku coba mencarimu di situs pertemanan, tidak pula kutemukan namamu. Nama yang masih aku ingat dengan jelas. Sejelas aku mengingat hari terakhir aku bertemu denganmu. Kamu berdiri di sampingku, kita sama-sama mengurus sesuatu di ruang tata usaha. Aku diam saja, aku tidak menyapamu, aku tidak bernyali untuk melakukannya.
Dan, tiba-tiba kamu menyapaku, kamu bertanya alasanku mengabaikanmu. “Kamu sombong, diam saja melihatku, apa kamu lupa aku?” Aku tergagap, tersenyum membalas senyumnya yang seperti gelas pecah. Pyaar!
Aku tidak lupa, seperti saat ini ketika aku menuliskan ceritamu. Saat itu ada tugas yang harus dikerjakan dan materinya sudah dibagikan. Kamu tidak masuk sebelumnya jadi kamu tidak tahu menahu. Kamu berusaha meminjam materi tugas itu ke teman-teman dekatmu. Mereka tidak memedulikanmu. Kamu tanya ke teman yang lain. Sama saja. Wajahmu terlihat putus asa. Aku mendekatimu waktu itu, aku berikan bahan yang aku punya tanpa kamu minta. Kamu bilang terima kasih, ucapan yang sungguh tulus. Terlihat jelas dari raut wajahmu, rasa tidak percaya kalau aku mau membantumu. Ada kelegaan di wajahmu, masih ada yang memedulikanmu. Aku tidak mungkin melupakan kebahagiaanmu waktu itu, ekspresi yang terpancar di wajahmu.
Aku juga ingat, setiap seusai kuliah, ketika aku menunggu bus yang mengantarkanku ke kos, dan kamu membeli rokok di warung dekat kampus, uang kembaliannya selalu kamu belikan permen untukku. Mungkin itu bentuk terima kasihmu padaku karena pernah sekali aku memedulikanmu. Aku tidak tahu, yang aku rasakan kamu seperti seorang kakak yang baik untukku. Kamu sama sekali tidak seperti yang mereka gunjingkan.
Sampai saat ini aku masih menyesal karena tidak menyapamu di ruang itu. Aku tidak tahu kalau hari itu kamu mengurus pengunduran dirimu. Waktu itu kamu bilang kalau kamu cuti sebentar karena ada masalah dengan keluargamu. Aku menyesal tidak mengenalmu lebih jauh. Sungguh aku tidak tahu, kalau hari itu hari terakhir aku bertemu denganmu.
Aku tidak lupa sama kamu, Si Senyum Gelas Pecah, sungguh. Aku masih mengingatmu hingga saat ini. Aku juga berusaha mencarimu, tapi jejakmu bagaikan tersapu angin dan aku juga tidak tahu banyak tentangmu. Entah di mana kini kamu berada. Dalam pengharapanku, kamu berbahagia.
27910-pay