Part 1: Hari Pertama
Author: pujiarya
Pada akhirnya penguasa kehidupan membawaku ke tempat itu. Sebuah tempat yang tidak pernah terjangkau, bahkan dalam pikiranku sekalipun. Dulu pernah juga aku memimpikannya, namun melihat kondisiku mimpi itu dengan sendirinya membenamkan diri di antara rutinitas keseharianku. Tapi hari ini, pada saat banyak orang terlelap dalam khusuknya hati mendekatkan diri ke Sang Khalik, aku benar-benar ada di tempat itu; di sebuah bangunan Sekolah Dasar Negeri, tempat di mana anak-anak menyebutku ibu guru dan tempat yang menjadi mimpiku pada masa kecil — mimpi untuk mengantarkan sebuah generasi menuju kemerdekaan yang sesungguhnya.
Bangunan itu jauh dari kata modern, tak pula memprihatinkan laiknya bangunan-bangunan sekolah yang ditampilkan di media TV akhir-akhir ini — bangunan yang dengan sekali tiupan angin selatan akan ambruk karena dimakan usia. Aku harus melewati gerbang sekolah yang jalannya menurun agak curam. Sebuah lapangan tidak terlalu luas sisa dari bangunan sekolah yang berbentuk huruf L.
Kuparkir sepeda motor di teras sebuah kelas, tempat guru lainnya juga menaruh motor-motor yang mereka pakai. Aku pun bergegas menuju ruang guru. Lahan yang tidak terlalu luas memudahkanku menemukannya. Di sana ada dua guru perempuan sedang duduk dan berbincang. Kudekati mereka dan kuulurkan tangan untuk berjabatan. Setelah berbasa-basi sebentar, bergegas aku pamit menuju ruang kepala sekolah. Dialah yang ingin kutemui untuk tahu apa yang harus kukerjakan pada hari pertama aku bekerja sebagai guru wiyata bakti.
Akupun diantarkannya ke sebuah bangunan terpisah di belakang bangunan utama, yang ternyata ruang kelas V. Kebetulan guru kelas sedang izin karena ada kepentingan keluarga. Dimintanya aku berkenalan dan sekalian mengajar kelas itu untuk jam pertama saja, setelah itu akan dilanjutkan oleh guru mapel bahasa Inggris.
Apa yang akan kukerjakan nanti, pikirku. Aku harus berada di depan kelas dan mengajarkan sesuatu yang tidak mereka mengerti. Bagaimana pula sikap anak-anak nanti, apakah mereka akan menerimaku? Lekas-lekas kuhela napas, kutata hati sambil terus mengikuti kepala sekolah yang sudah berada di ambang pintu kelas.
Anak-anak ini ada ibu guru baru. Suara anak-anak riuh. Apa bu guru menggantikan pak Wi, Pak? Namanya siapa, Pak? Sudah, sudah, tanyakan sendiri nanti! Silakan bu! Pak kepala mempersilakan aku masuk, dan beliau pun meninggalkanku sendirian berhadapan dengan makhluk-makhluk kecil itu. Kupaksakan diri setenang mungkin. Aku tidak ingin anak-anak melihatku salah tingkah.
Anak-anak terdiam sejenak, mereka antusias memandangku dan menunggu kata-kata yang keluar dari mulutku. Selamat pagi, anak-anak! Selamat pagi bu guru! Sambutan mereka yang hangat seketika meluluhkan rasa kuatir yang sedari tadi bergelayut di hatiku. Hari itu aku mengajarkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, tentang zat-zat yang terkandung dalam makanan dan gunanya bagi tubuh manusia. Karbohidrat, protein, lemak, mineral. Aku pun seakan kembali ke masa kecil saat guruku dulu mengajarkan hal itu kepadaku.
Hari itu pun kulalui dengan satu buah senyuman yang menandakan aku bisa melalui hari pertama mereka memanggilku ibu guru.